Darah: Produksi Sel Darah Merah

Oleh: Rizki Nisfi Ramdhini, M.Si
Stikes Muhammadiyah Pringsewu, Lampung

Sel-sel darah merah secara khusus dibentuk di sumsum tulang. Pada manusia jumlah sumsum tulang berkisar antara 1.5-3.5kg. Ada dua jenis sumsum tulang, yakni sumsum tulang merah dan sumsum tulang kuning. Sumsum tulang merah mengandung sel-sel darah merah dan prazat sel-sel darah merah (eritroid dan myeloid), sedangkan sumsum tulang kuning mengandung beberapa substansi yang meliputi pembuluh darah, serabut jaringan ikat, sel lemak dan sel retikulum. Selain sebagai lokasi memproduksi sel darah merah, sumsum tulang merah juga sebagai lokasi memproduksi granulosit, monosit, limfosit dan trombosit.

Dari beberapa jenis tulang pada manusia, hanya tulang rusuk, sternum dan tulang belakang yang memiliki kemampuan memproduksi sel darah merah hingga usia lanjut. Berbeda dengan tulang tibia dan femur yang akan berhenti memproduksi sel darah merah setelah mencapai usia 20 tahun.

A. Proses Pembentukan Sel Darah Merah

Proses pembentukan sel darah merah disebut eritropoesis. Tahap-Tahap pembentukan sel darah merah dapat dilihat pada tabel berikut:


Tahap 1
Tahap 2
Tahap 3
Tahap 4
Tahap 5
Tahap 6

Hemositoblast

Basofil Eritoblast

Polikromatofil

Normoblast

Retikulosit

Eritrosit


Gambar 1. Proses Pembentukan Sel Darah Merah


Tahap 1: Hemasitoblast


Hemasitoblas merupakan primordium (sel induk) dari proses pembentukan sel darah merah. Hemasitoblas dibentuk secara kontinyu dari sel retikulum yang terdapat di sumsum tulang.



Tahap 2: Basofil Eritroblast


Tahap terbentuknya basofil eritroblast ditandai dengan adanya pembentukan hemoglobin, yang kemudian akan terbentuk eritoblast polikromatofil.



Tahap 3: Polikromatofil


Tahap pembentukan polikromatofil ditandai dengan adanya campuran substansi basofilik dengan hemoglobin. Kemudian ukuran nukleus akan mengecil namun pembentukan hemoglobin masih terus berlangsung, dan terbentuklah normoblast.



Tahap 4. Normoblast


Setelah terbentuk normoblast, sitoplasma dari normoblas akan terisi hemoglobin hingga mencapai kadar 34%. Kemudian nukleus normoblas akan menghilang melalui otolisis dan absorbsi.



Tahap 5. Retikulosit


Retikulosit merupakan eritrosit muda, yang masih menangandung substansi basofilik di dalam sitoplasma yang berbentuk serabut retikulum.



Tahap 6. Eritrosit


Pada umumnya 0.5-1.5% dari eritrosit adalah retikulosit, yang jumlah tersebut akan mengalami peningkatan jika terjadi hal yang memicu proses eritropoesis seperti polisitemia (orang yang tinggal di dataran tinggi), pereode restorasi darah (pendarahan) dan ikhterus hemolitik.


B. Pengaturan Eritropoesis


Jika terjadi pendarahan, secara otomatis kecepatan eritropoesis menjadi meningkat hingga jumlah sel darah merah (eritrosit) kembali normal. Begitu sebaliknya, jika jumlah eritrosit meningkat maka akan menyebabkan kecepatan eritropoesis menurun.


Eritropoetin atau homopoetin merupakan subtansi glikoprotein yang memiliki kemampuan merangsang terjadinya eritropoesis. Pada manusia dan hewan, eritropoetin dapat meningkat apabila terjadi hipoksia (kekurangan oksigen).


Eritropoetin berpengaruh terhadap sel induk (primordium) yang dapat menyebabkan sel induk mengalami deferensiasi melalui induksi mRNA. Oleh sebab itu akan terjadi penghambatan dalam proses pendewasaan dan pelepasan eritrosit dari sumsum tulang.


Eritropoesis diatur melalui mekanisme feed back yang tergantung jumlah oksigen di dalam darah. Jika terjadi hipoksia maka hati akan lebih banyak melepaskan globulin. Selain itu ginjal juga akan memproduksi lebih banyak faktor eritropoetik ginjal. Di dalam darah, globulin dan faktor eritropoetik ginjal akan saling berinteraksi dan selanjutnya akan merangsang eritropoesis (produksi eritrosit meningkat). Sebaliknya apabila jumlah oksigen di dalam darah meningkat, maka hal tersebut akan menyebabkan produksi globulin dan faktor eritropoetik ginjal menurun. 


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

GENETIKA: Penentuan Jenis Kelamin Mahluk Hidup

Biologi Reproduksi: Siklus Estrus Hewan Mamalia (Teori dan Praktikum)